Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Askep Disphagya


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Menelan merupakan satu proses yang kompleks yang memungkinkan pergerakan makanan dan cairan dari rongga mulut ke lambung. Proses ini melibatkan struktur di dalam mulut, faring, laring dan esofagus.
Keluhan sulit menelan (disfagia) merupakan salah satu gejala kelainan atau penyakit di orofaring dan esofagus. Keluhan ini akan timbul bila terdapat gangguan gerakan otot-otot menelan dan gangguan transportasi makanan dari rongga mulut ke lambung. Jenis makanan yang menyebabkan disfagia dapat memberikan informasi mengenai kelainan yang terjadi

B.     Tujuan
1.       Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami Disphagya dan Regurgitasi.
2.       Tujuan Khusus
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami antara lain :
-   Defenisi Disphagya dan Regurgitasi
-   Etiologi Disphagya dan Regurgitasi
-   Patofisiologi Disphagya dan Regurgitasi
-   Diagnosis dan penanganan Disphagya dan Regurgitasi
-   Asuhan keperawatan pada pasien Disphagya dan Regurgitasi

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan tujuan di atas maka, dapat ditarik rumusan masalah untuk kemudian akan dibahas pada bab selanjutnya yakni bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien Disphagya dan Regurgitasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
Disphagya adalah kesulitan pada proses menelan dan melewatkan makanan dari esofagus ke lambung. Penyebab disfagia bisa bermacam macam. Penting untuk mengetahui perbedaan disfagia karena gangguan orofaring dan esofagus. Bila tidak diamati dengan seksama, maka gejala ini sangat mirip. Hewan tidak bisa bicara, beda dengan manusia yang dengan mudah menyampaiakan keluhan yang dihadapi. Bila pemilik tidak mengamati hewan kesayangannya dengan seksama maka gejala disfagia ini, seringkali keluhan sudah cukup terlambat untuk disampaikan pada dokter hewan. Dan pengamatan dari pemilik tersebut sangat membantu dokter hewan untuk mengidentifikasi problema yang dihadapi hewan kesayangan tersebut.
Pada gangguan orofaring, disfagia selalu terjadi karena ini adalah gejala utama gangguan orofaring selain itu hewan juga mengalami regurgitasi. Hipersalivasi biasanya ada dan gangging seringkali muncul. Pada gangguan orofaring biasanya hewan tidak bisa makan ataupun minum, kalaupun bisa maka seringkali dalam keadaan yang tidak normal, sehingga kadang juga tampak hewan menjatuhkan banyak makanan dari mulut. Keluarnya makan dari mulut biasanya bersifat segera setelah makan dan makanan yang dikeluarkan belum tercerna. Hewan tampak enggan menelan. Gejala lain yang berhubungan dengan gangguan orofaring adalah adanya discharge nasal. Gejala odynofagia bisa disertai namun tidak selalu tampak pada gangguan orofaring.
Pada problema esofagus, disfagia kadang ada bila terjadi esofagitis atau obstruksi esofagus. Problema esofagus biasanya juga disertai regurgitasi. Hipersalivasi tidak pernah atau jarang terjadi dan bila ada biasanya akibat adanya benda asing yang sebetulnya adalah pseudohipersalivasi. Gagging biasanya tidak ada. Pada problema esofagus hewan masih bisa makan dan minum secara normal, namun hewan tampak enggan menelan. Bila keluarnya makanan dari mulut, biasanya gangguan ada pada daerah kranial esofagus dan makanan yang dikeluarkan belum tercerna. Gejala lain yang berhubungan pada problema esofagus adalah dispnea dan batuk. Gejala odynofagia seringkali tampak terutama pada hewan yang mengalami esofagitis akibat adanya benda asing.
Regurgitasi adalah naiknya makanan dari kerongkongan atau lambung tanpa disertai oleh rasa mual maupun kontraksi otot perut yang sangat kuat.atau regurgitasi adalah keluarnya makanan melalui mulut, terjadi tanpa usaha atau tanpa adanya proses yang rumit dan tidak disertai tanda-tanda prodormal meski kadang disertai adanya hipersalivasi. Bahan yang dikeluarkan biasanya berupa bahan pakan yang belum terdigesti bercampur mukus atau saliva dan mempunyai pH normal, bahan pakan berupa bahan solid ataupun cair bila terjadi striktura pada esofagus, tercampur darah segar bila terjadi ulserasi, adanya rasa sakit saat menelan dan teraba adanya bolus di daerah esofagus. Waktu terjadinya biasanya segera setelah makan atau menelan. Bila terjadi agak lama setelah makan kemungkinan terjadi dilatasi esofagus atau divertikulum esofagus.

B.     Etiologi
Pada disphagya dapat ditemukan beberapa penyebab yang dapat menimbulkan keadaan tersebut antara lain :
-     Stroke
-     Penyakit neurologi progresif
-     Adanya selang trachestomy
-     Paralise atau tidak adanya pergerakan pita suara
-     Tumor dalam mulut
-     Pembedahan kepala

Pada regurgitasi sering disebabkan oleh asam yang naik dari lambung (refluk asam). Regurgitasi juga bisa disebabkan oleh penyempitan (striktur) atau penyumbatan kerongkongan. Dimana penyumbatan bisa terjadi karena beberapa penyebab, termasuk di dalamnya kanker kerongkongan, oleh gangguan pengendalian saraf kerongkongan dan katupnya di mulut lambung.







C.    Anatomi Patologi
-     Rongga mulut
Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh saraf fasialis. Ruangan di antara mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris. Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum di bagian depan dan sebagian besar dari otot palatum mole di bagian belakang. Dasar mulut di antara lidah dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagian dari kelenjar submandibula. Muara duktus sub mandibularis terletak di depan dari frenulum lidah. Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga depan dapat digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Korda timpani mempersarafi cita rasa lidah duapertiga bagian depan dan n. glossofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang.
-      Faring
Faring adalah suatu kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong dimulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esofagus setinggi vertebra servikal. Faring berhubungan dengan rongga hidung melalui koana dan berhubungan dengan rongga mulut melalui ismus orofaring, sedangkan dengan laring berhubungan melalui aditus laring dan ke bawah berhubungan dengan esofagus. Otot-otot faring tersusun dalam lapisan memanjang (longitudinal) dan melingkar (sirkular). Otot-otot yang sirkuler terdiri dari m. konstriktor faring superior, media dan inferior. Otot-otot ini berbentuk kipas dengan tiap bagian bawahnya menutup sebagian otot bagian atasnya dari belakang. Di sebelah depan, otot-otot ini bertemu satu sama lain dan di bagian belakang bertemu pada jaringan ikat yang disebut rafe faring. Batas hipofaring di sebelah superior adalah tepi atas epiglotis, batas anterior adalah laring, batas posterior ialah vertebra servikal serta esofagus di bagian inferior. Pada pemeriksaan laringoskopi struktur pertama yang tampak di bawah dasar lidah adalah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glossoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi. Di bawah valekula adalah permukaan laringeal dari epiglotis. Epiglotis berfungsi melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus. Persarafan motorik dan sensorik daerah faring berasal dari pleksus faringealis. Pleksus ini dibentuk oleh cabang faringeal dari n. vagus, cabang dari n. glossofaringeus dan serabut simpatis. Dari pleksus faringealis keluar cabang-cabang untuk otot – otot faring kecuali m. stilofaringeus yang dipersarafi langsung oleh cabang n. glosofaringeus.
-     Esofagus
Esofagus merupakan bagian saluran cerna yang menghubungkan hipofaring dengan lambung. Bagian proksimalnya disebut introitus esofagus yang terletak setinggi batas bawah kartilago krikoid atau setinggi vertebra servikal 6. Di dalam perjalanannya dari daerah servikal, esofagus masuk ke dalam rongga toraks. Di dalam rongga toraks , esofagus berada di mediastinum superior antara trakea dan kolumna vertebra terus ke mediastinum posterior di belakang atrium kiri dan menembus diafragma setinggi vertebra torakal 10 dengan jarak kurang lebih 3 cm di depan vertebra. Akhirnya esofagus ini sampai di rongga abdomen dan bersatu dengan lambung di daerah kardia.
Berdasarkan letaknya esofagus dibagi dalam bagian servikal, torakal dan abdominal. Esofagus menyempit pada tiga tempat. Penyempitan pertama yang bersifat sfingter terletak setinggi tulang rawan krikoid pada batas antara esofagus dengan faring, yaitu tempat peralihan otot serat lintang menjadi otot polos. Penyempitan kedua terletak di rongga dada bagian tengah, akibat tertekan lengkung aorta dan bronkus utama kiri. Penyempitan ini tidak bersifat sfingter. Penyempitan terakhir terletak pada hiatus esofagus diafragma yaitu tempat esofagus berakhir pada kardia lambung. Otot polos pada bagian ini murni bersifat sfingter. Inervasi esofagus berasal dari dua sumber utama, yaitu saraf parasimpatis nervus vagus dan saraf simpatis dari serabut-serabut ganglia simpatis servikalis inferior, nervus torakal dan n. splangnikus.



D.    Patofisiologi
Normalnya orang menelan makanan padat atau minum cairan dan menelan saliva atau mukus yang dihasilkan tubuh beratus-ratus kali setiap hari. Proses menelan ini mempunyai empat tahap: tahap pertama persiapan di mulut, di mana makanan atau zat padat digerakkan/dimanipulasi dan dikunyah dalam persiapan untuk ditelan. Selama tahap oral, lidah mendorong makanan atau zat padat ke bagian belakang mulut, dan mulailah respon menelan. Tahap pharyngeal mulai segera setelah makanan atau liquid melewati pharynx (saluran yang menghubungkan mulut dengan esofagus) kedalam esofagus atau saluran pencernaan. Tahap terakhir adalah tahap esophageal, makanan atau liquid melewati esophagus ke dalam lambung. Meskipun tahap pertama dan kedua mempunyai beberapa kontrol voluntair, tahap tiga dan empat terjadi dengan sendirinya tanpa disadari. Apabila proses menelan terhenti karena berbagai sebab, akan mengakibatkan kesulitan menelan.

E.     Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan yang perlu dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan menelan atau disphagya meliputi :
-   Riwayat penyakit
-        Riwayat stroke
-        Riwayat pemakaian alat medik : trakeostomi, NGT, mayo tube, ETT, post pemeriksaan endoscopy
-        Riwayat pembedahan darah laryx, pharynx, esophagus, tiroid
-        Post operasi daerah mulut
-   Pemeriksaan fisik
-        Bentuk mulut tidak simetris
-        Tampak adanya peradangan pada pharynx
-        Adanya candida dalam oral/mulut
-        Edema pharynx


F.     Diagnosa keperawatan dan  Intervensi keperawatan
1.             Resiko gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan otot-otot menelan akibat paralise
Hasil yang diharapkan :
-   Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat tanpa menimbulkan keputusasaan
Intervensi :
a.       Tinjau ulang kemampuan pasien menelan, catat luasnya paralisis fasial
b.      Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan yang efektif seperti membantu pasien menegakkan kepala.
c.       Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan
d.      Stimulasi bibir untuk membuka dan menutup mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu
e.       Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak sakit/terganggu
f.       Sentuh bagian pipi paling dalam dengan spatel untuk mengetahui adanya kelemahan lidah
g.      Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang
h.      Mulai dengan memberikan makanan per oral setengah cair, makanan lunak ketika pasien dapat menelan air
i.        Bantu pasien untuk memilih makanan yang kecil atau tidak perlu mengunyah dan mudah ditelan
j.        Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan
k.      Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan
2.             Resiko tinggi nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan makanan yang adekuat.
Hasil yang diharapkan :
-   Asupan nutrisi yang adekuat
Intervensi :
a.       Anjurkan pasien makan dengan perlahan dan mengunyah makanan dengan seksama.
b.      Pemberian makanan sedikit dan sering dengan bahan makanan yang tidak bersifat iritatif
c.       Sajikan makanan dengan cara yang menarik
d.      Hindari makan makanan atau minum yang mengandung zat iritan seperti alkohol
e.       Timbang berat badan tiap hari dan catat pertambahannya
f.       Observasi asupan nutrien pasien dan kaji hal-hal yang menghambat/mempersulit proses menelan
3.             Resiko terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat kerusakan saraf kontrol fasial
Hasil yang diharapkan :
-   Pasien dapat menelan makanan dan minuman tanpa terjadi aspirasi atau tidak tersedak.
Intervensi :
a.       Berikan posisi tubuh tegak/duduk/setengah duduk pada saat makan atau minum
b.      Hindari posisi kepala over ekstensi pada saat pasien mencoba makan atau minum
c.       Berikan makanan yang lunak yang dapat diatur oleh lidah untuk didorong masuk/ditelan
d.      Hindari memberi air dalam jumlah yang banyak sekaligus untuk diteguk








FORMAT PENGKAJIAN
Nama Mahasiswa       : Esi Putri C.S                   Tanggal Masuk : 7 Oktober 2008
Nim                              : 907312910105.0001        Tanggal Pengkajian : 9 Oktober 2008

I.              Identitas Klien
Nama                               : Tn. A.
Umur                               : 40
Jenis Kelamin                  : Laki-laki
Alamat                             : Jl. Bunga Kamboja
Pendidikan                      : Sarjana
Status Perkawinan           : Kawin/Nikah
Pekerjaan                         : PNS
Diagnosa Medis               : Gangguan Saluran Pencernaan (Disphagya)
II.           Data
1.       Keluhan Utama                   : Kesulitan menelan
2.       Riwayat Keluhan Utama    :
P       : Stroke
Q       : Dehidrasi
R       : Gangguan Saluran Pencernaan
S       : Sedang
T       : Pada saat masuk
III.        Riwayat Keluarga








Komentar        :
-   Klien tinggal serumah dengan 4 orang anaknya
-   Tidak ada penyakit turunan
-        Meninggal
-        Laki-laki
-        Perempuan
-        Pasien

IV.        Riwayat Psikososial dan Pola Hidup Sehari-hari
-   Pasien mudah bergaul
-   Pasien mengalami insomnia
-   Kekurangan cairan
-   Pasien mengalami konstipasi
-   Intoleransi aktivitas
-   Gangguan pada personal hygiene
-   Nyeri di tenggorokan
-   Gelisah/cemas
-   Mudah letih
V.           Pemeriksaan Fisik
TTV :
-   Tekanan darah        : 100/70
-   Pernapasan             : 18 kali/menit
-   Denyut Nadi          : 60 kali/menit
-   Suhu tubuh             : 37,5 0 C
PENGKAJIAN MULUT DAN FARING :
-   Inspeksi
-          Bibir tidak simetris
-          Warna bibir pucat
-          Keadaan mukosa bibir kering dan pecah-pecah
-          Warna gigi kuning
-          Ada karies, plak dan peradangan pada pharynx
-          Jumlah gigi tidak lengkap ( berkurang 3)
-          Edema pharynx
-          Pembesaran tonsil
-          Ovula simetris
-          Leher simetris
-          Permukaan leher mormal
-          Tidak ada pembesaran vena jugularis
-          Pembesaran tiroid
-   Palpasi
-          Kelenjar limfe normal
-          Edema pharynx
-          Pembesaran tiroid
-          Vena jugularis normal
-   Uji nervus
-          Fasial cranial (pengecapan 1/3 anterior lidah) normal
-          Glossofaringeus (1/3 posterior lidah) normal
-          Vagus (refleks menelan) abnormal, kesulitan menelan. Pasien tidak mampu menelan.
-          Hiplogosus (gerakan lidah) normal
-   Uji kekuatan otot
-          Sternokledomastoideus normal
-          Aksesorius spinal normal
-   Tes kaku kuduk normal
KLASIFIKASI DATA
•  Data subyektif :
-  Paien mengaku kesulitan menelan
-  Nyeri di tenggorokan
-  Pasien merasa susah tidur, makan dan mudah letih.
-  konstipasi
•  Data obyektif :
-  Gangguan personal hygiene
-  Ada peradangan pada pharynx
-  Intoleransi aktivitas
-  Dehirasi
-  Gelisah/cemas
-  Warna bibir pucat
-  Keadaan mukosa bibir kering dan pecah-pecah
-  Pembesaran tonsil
-  Pembesaran tiroid
-  Letih
-  Kesulitan menelan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.       Resiko gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan otot-otot menelan akibat paralise
2.       Resiko tinggi nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan makanan yang adekuat
3.       Resiko terjadi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan akibat kerusakan saraf kontrol fasial
FORMAT RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
No.
Diagnosa Kep
Rencana Tindakan Kep.
Tujuan
Intervensi
Rasional
1
Resiko gangguan menelan berhubungan dengan kelemahan otot-otot menelan akibat paralise
-             Pasien dapat menunjukkan metode menelan makanan yang tepat tanpa menimbulkan keputusasaan
-             Tinjau ulang kemampuan pasien menelan, catat luasnya paralisis fasial
-             Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan yang efektif seperti membantu pasien menegakkan kepala.
-             Letakkan pasien pada posisi duduk/tegak selama dan setelah makan
-             Stimulasi bibir untuk membuka dan menutup mulut secara manual dengan menekan ringan diatas bibir/dibawah dagu
-             Letakkan makanan pada daerah mulut yang tidak sakit/terganggu
-             Sentuh bagian pipi paling dalam dengan spatel untuk mengetahui adanya kelemahan lidah
-             Berikan makan dengan perlahan pada lingkungan yang tenang
-             Mulai dengan memberikan makanan per oral setengah cair, makanan lunak ketika pasien dapat menelan air
-             Bantu pasien untuk memilih makanan yang kecil atau tidak perlu mengunyah dan mudah ditelan
-             Anjurkan pasien menggunakan sedotan untuk meminum cairan
-             Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan
-          Pasien dapat berkosentrasi selama mekanisme makan tanpa adanya gangguan dari luar atau lingkungan
-          Pasien mampu mengunya secara perlahan.
-          Pasien mampu menelan makanan yang lunak/ kental/cair
-          Pasien mampu meminum cairan dengan menggunakan sedotan.


FORMAT IMPLEMENTASI
Hari/tanggal
Jam
Implementasi
Evaluasi
Kamis
09/10 2008
07.15
-          Tingkatkan upaya untuk dapat melakukan proses menelan yang efektif seperti membantu pasien menegakkan kepala
Hasil : Pasien mampu menegakkan kepala
09.00

S : Merasa mampu untuk berusaha menelan
O : Pasien tampak bersemangat
A   :  Masalah teratasi
P    : Mempertahankan intervensi

09.30
-          Mulai memberikan makanan per oral setengah cair, dan makanan lunak ketika pasien dapat menelan air.
Hasil : Pasien mampu menelan air dan makanan lunak
11.15

S   : Pasein merasa senang karena mampu menelan air
O : Pasien mampu menelan air dan makanan lunak
A    : Masalah masih tetap ada
P     : Lanjutkan intervensi

11.30
-          Menganjurkan pasien makan dan mengunyah makanan secara perlahan
Hasil : Pasien mampu mengunyah makanan
13.00
S : Pasien merasa kesulitan mengunyah
O : Pasien mampu mengunyah dengan perlahan
A   : Masalah teratasi
P    : Pertahankan intervensi










BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kesulitan menelan (dysphagia) sering terjadi diberbagai kelompok usia, khususnya pada orang tua. Dysphagia merujuk pada kesulitan menelan makanan atau minuman . Hal ini disebabkan karena berbagai faktor, yang paling sering adalah karena stroke, penyakit neurologi progresif, adanya selang tracheostomy, paralise atau tidak adanya pergerakan pita suara, tumor dalam mulut, tenggorokan atau esofagus, pembedahan kepala, leher atau daerah esofagus. Masalah yang terjadi akibat gangguan menelan adalah aspirasi, malnourishment dan dehidrasi.
Diet modifikasi pada pasien dengan gangguan menelan. Teknik modifikasi diet pada pasien dengan gangguan menelan meliputi merubah bentuk dan suhu makanan berdasarkan pada hasil evaluasi makanan yang ditelan. Liquid dapat dikentalkan dengan produk komersial atau makanan lain. Penggunaan makanan lain seperti cereal bayi, tak berasa gelatin, atau tapioka bisa dirubah secara konsisten dengan pasien dysphagia yang diperlukan pasien sesuai kebutuhan untuk memenuhi nutrisi dan hidrasi mereka. Bila prinsip dasar penatalaksanaan gagal untuk menghasilkan kemajuan dalam dua sampai tiga minggu atau jika pasien mengalami kemunduruan setelah pengembangan dibuat, pertimbangan harus diberikan untuk mengevaluasi kembali dan menyerahkan selanjutnya untuk intervensi medik

B.     Saran
Proses pemberian makanan pada pasien post gangguan menelan ini perlu kesabaran. Karena itu kerjasama dengan anggota keluarga terdekat untuk mempersiapkan perawatan lanjut di rumah. Pemilihan makanan juga harus disesuaikan dengan kemampuan menelan pasien. Oleh karena itu kerjasama dengan ahli gizi sangat penting untuk pemilihan dan penyediaan makanan yang sesuai dengan perkembangan pasien. Frekuensi pemberian makanan pada pasien pun berbeda dengan orang normal. Karena kemampuan pasien belum optimal asupan makanannya pun belum adekuat. Untuk itu frekuensi pemberian makanan dibuat sesering mungkin dengan porsi disesuaikan dengan kemampuan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn, Moorhouse, Geissler. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (terjemahan). Edisi 3, Jakarta : EGC
Ear, Nose, & throat associates, diambil pada file://E:/Swallowing%20Disorder.htm
E:dysphagia.htm 21/2/06
Print WordDOC: Swallowing and nutrition, diambil pada wordDOC.com.swallowing and nutrition.htm 21/2/06



Posting Komentar untuk "Askep Disphagya"