Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Askep Apendisitis


BAB I
PENDAHULUAN

1.     LATAR BELAKANG
Apendisitis adalah kondisi di mana infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi, dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur. (Anonim, Apendisitis, 2007).

Apendiksitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi peyakit ini tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan menjadi progresif dan mengalami perforasi. Karena perforasi jarang terjadi dalam 8 jam pertama, observasi aman untuk dilakukan dalam masa tersebut.

Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau pembentukan abses telah terjadi sejak klien pertam akali datang, diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebagai penunjang : tirah baring dalam posisi fowler medium, pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit, pemberian penenang, pemberian antibiotik berspektrum luas dilanjutkan dengan pemberian antibiotik yang sesuai dengan kultur, transfusi utnuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara intensif, bila ada.

Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan kombinasi antibiotik (misalnya ampisilin, gentamisin, metronidazol, atau klindamisin). Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang, dan apendiktomi dapat dilakaukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera dilakukan drainase. Abses daerah pelvis yang menonjol ke arah rektum atau vagina dengan fruktuasi positif juga perlu dibuatkan drainase.

Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi yang letal. Hal ini harus dicurigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali, dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian antibiotik kombinasi dengan drainase. Komplikasi lain yang terjadi ialah abses subfrenikus dan fokal sepsis intraabdominal lain. Obstruksi intestinal juga dapat terjadi akibat perlengketan.

2.     TUJUAN
Adapun yang menjadi tujuan dalam makalah ini adalah agar kita bias mengetahui apa yang dimaksud dengan appendicitis itu sendiri. Selain itu patofisiologi dan penatalaksanaannya dapat kita ketahui.








BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.     KONSEP MEDIS
1.     Pengertian
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum). Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah. Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)

2.     Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
Ø  Apendisitis akut, dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Ø  Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya ditemukan pada usia tua.


Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat sepertiga jari.
ü  Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum, bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias kanan dengan pusat.

ü  Ukuran dan isi apendiks.
Panjang apendiks rata-rata 6 – 9 cm. Lebar 0,3 – 0,7 cm. Isi 0,1 cc, cairan bersifat basa mengandung amilase dan musin.

ü  Posisi apendiks.
Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di dinding abdomen. Pelvis minor.

3.     Etiologi
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinya penyakit ini. Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks. Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan striktur. Namun yang paling sering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid. (Irga, 2007).





v  Menurut Syamsyuhidayat, 2004 :
·    Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
·      Tumor apendiks.
·      Cacing ascaris.
·      Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
·      Hiperplasia jaringan limfe.

v  Menurut Mansjoer , 2000 :
·      Hiperflasia folikel limfoid.
·      Fekalit.
·      Benda asing.
·      Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
·      Neoplasma.

v  Menurut Markum, 1996 :
·    Fekolit
·    Parasit
·    Hiperplasia limfoid
·    Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya
·    Tumor karsinoid

4.     Patofisiologi
Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat ini terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E Coli dan spesibakteroides dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis lokal kanan bawah. Suhu tubuh mulai naik. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan ini yang kemudian disebut dengan apendisitis supuratif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkan apendisitis perforasi.

Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang.

Pada anak-anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.




5.     Manifestasi Klinis
Ø  Menurut Betz, Cecily, 2000 :
·      Sakit, kram di daerah periumbilikus menjalar ke kuadran kanan bawah
·      Anoreksia
·      Mual
·      Muntah,(tanda awal yang umum, kuramg umum pada anak yang lebih besar).
·      Demam ringan di awal penyakit dapat naik tajam pada peritonotis.
·      Nyeri lepas.
·      Bising usus menurun atau tidak ada sama sekali.
·      Konstipasi.
·      Diare.
·      Disuria.
·      Iritabilitas.
·      Gejala berkembang cepat, kondisi dapat didiagnosis dalam 4 sampai 6 jam setelah munculnya gejala pertama.

Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8° Celsius.

Pada bayi dan anak-anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa menyebabkan syok.
6.     Komplikasi
v  Menurut Hartman, dikutip dari Nelson, 1994 :
-          Perforasi.
-          Peritonitis.
-          Infeksi luka.
-          Abses intra abdomen.
-          Obstruksi intestinum.

7.     Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan menurut Betz (2002), Catzel (1995), Hartman (1994), antara lain :
Ø  Anamnesa
Gejala apendisitis ditegakkan dengan anamnese, ada 4 hal yang penting adalah :
1.      Nyeri mula-mula di epigastrium (nyeri viseral) yang beberapa waktu kemudian menjalar ke perut kanan bawah.
2.      Muntah oleh karena nyeri viseral.
3.      Panas (karena kuman yang menetap di dinding usus).
4.      Gejala lain adalah badan lemah dan kurang nafsu makan, penderita nampak sakit, menghindarkan pergerakan, di perut terasa nyeri.

Ø  Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada keadaan perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.




Ø  Laboratorium
Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis sederhana lebih dari 13000/mm3 umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri. Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan laboratorium Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang.

Pada apendisitis akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED) meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.

8.     Penatalaksanaan
Penatalaksanaan apendiksitis menurur Mansjoer, 2000 :
v  Sebelum operasi
-          Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
-          Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
-          Rehidrasi
-          Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena.
-          Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil, largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi tercapai.
-          Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.




v  Operasi
-          Apendiktomi.
-          Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
-          Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.

v  Pasca operasi
-          Observasi TTV.
-          Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah.
-          Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
-          Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selama pasien dipuasakan.
-          Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
-          Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
-          Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit.
-          Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
-          Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.






B.     KONSEP KEPERAWATAN
Ø PENGKAJIAN KEPERAWATAN
·      Airway               : ---------                      
·      Breathing          : Takipnea
Diagnosa           : Pola napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
  penekanan pada paru-paru.
Tujuan               : Pola nafas menjadi efektif.
Kemampuan melakukan latihan pernafasan, pernafasan yang dalam dan perlahan.
Intervensi
ü Kaji status pernafasan; observasi terhadap menelan, “pernafasan cepat”.
ü  Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat.(Hipereksistensi kepal),angkat kepala dan ganjal bahu
ü  Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif
ü  Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan napas dalam setiap jam.
ü  Bantuan manual (Triple Airway Manuver)

·      Circulation        : Takikardi
Diagnosa           :
1.      Kekurangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan mual muntah.
 Tujuan         :  Keseimbangan cairan dan elektrolit
Mendemonstrasikan volume cairan dan elektrolit dengan keseimbangan masukan dan haluaran dan tak ada edem
Intervensi :
· Pantau pemasukan dan pengeluaran.Hitung keseimbangan cairan, catat kehilangan tak kasat mata
· Pantau TTV(TD,Nadi,frekuensi pernapasan)
· Kaji ulang kebutuhan cairan. Buat jadwal 24 jam dan rute yang di gunakan. Pastikan minuman/makanan yang disukai pasien
· Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi, hindari cairan garam.

2.      Curah jantung menurun berhubungan dengan suplai darah ke otak mneurun.
Tujuan         : Curah jantung kembali normal
Mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat di terima
Intervensi :
• Periksa keadaan klien ; kaji frekuensi dan irama jantung.
• Palpasi nadi perifer.
• Pantau dan catat haluaran urine.
• Pertahankan bedrest dengan kepala tempat tidur elevasi 30º
• Berikan istirahat dengan lingkungan yang tenang.
• Berikan oksigen tambahan
• Kolaborasi untuk pemberian obat
• Pemberian cairan IV, pembatasan jumlah total sesuai indikasi, hindari
   cairan garam.
• Pantau EKG dan perubahan foto dada.

·      Disability           : Syok
Diagnosa           : Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan suplai darah
  ke otak menurun
Tujuan               : Perfusi serebral kembali normal
Memprtahankan/mendemonstrasikan perfusi serebral adekuat secara individu


Intervensi :
• Kaji status mental klien
• Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer dan diaforesis secara teratur
• Kaji kualitas peristaltic kapan perlu pasang sonde.
• Berikan oksigen suplemen
• Ukur tanda vital dan periksa laboratorium.
                                 
























PENYIMPANGAN KDM APPENDISITIS



Nutrisi in adekuat
 
 

Hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, tumor








 

Resti Infeksi
 
Penyumbatan lumen appendiks
Anoreksia
Mukus yg diproduksi mengalami bendungan
Mual, muntah
Semakin lama mucus semakin banyak                 Akumulasi mukus
 

Kekurangan cairan & elektrolit
 
Terjadi peningkatan intracranial                             Inflamasi

Menghambat aliran limfe                                       Appendicitis


 

Elastisitas diniding appendicitis mempunyai keterbatasan


 

Udema                                                                                 Perforasi                                             Mual, muntah

Menekan saraf2 pd apendiks                                 Perdarahan                                            Peningkatan tekanan
                                                                                                                                                                intrakranial                                      
Pelepasan mediator kimia                      Penurunan suplai darah


 

Merangsang nosiseptor nyeri           Suplai darah ke otak menurun                           Aliran darah balik
Pd medulla spinalis                                                                                                                        menurun
Syok
Curah jantung menurun
 
Spinotalamikus


G3 perfusi serebral
 
 

Korteks serebri

Nyeri dipersepsikan



Nyeri
 
 


Peningkatan penekanan pada paru-paru
Takipnea
Pola napas tidak efektif
 
 


DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman Untuk Perencanaaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta : EGC
http://medlinux.blogspot.com/2009/02/appendiks.html

http://sumardinhasan.blogspot.com/2009/10/askep-gastro-enteritis.html


Posting Komentar untuk "Askep Apendisitis"